Pages

Selasa, 11 Oktober 2011

SEJARAH BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL

Pada Bulan Maret 1854 pecah perang antara Rusia berhadapan dengan Turki yang di Bantu oleh Inggris dan Perancis di Semenanjung Krim, Laut Hitam yang masuk walayah Rusia. Penyebabnya adalah dikarenakan Rusia ingin menguasai Selat Bosporus, Selat Dardanera dan Laut Marmora, yang berada di walayah Turki, untuk kepentingan jalan keluar masuk kapal-kapal perangnya dari dan ke Laut Tengah karena Rusia tidak memiliki pelabuhan yang cukup untuk armada Angkutan Lautnya. Untuk mempertahankannya, Turki di Bantu oleh Perancis dan Inggris karena ke dua Negara ini sama-sama mempunyai kepentingan di Laut Tengah. Oleh karena itu maka pecahlah perang pada bulan Maret 1854 melalui pernyataan perang oleh Perancis dan Inggris-Turki terhadap Rusia.
Perang yang terkenal dengan “Perang Semenanjung Krim” ini berlangsung cukup lama (2 tahun), setelah diakhiri dengan perundingan perdamaian yang diadakan di Paris Tanggal 30 Maret 1856, dimana Rusia mengaku kalah.
Pada Perang Krim ini sangat terkenal dengan pengabdian seseorang gadis (perawat) Inggris bernama Nightingale beserta 38 orang perawat wanita yang lainnya. Nama “Florence” diambil dari nama kota di Italy dimana ia dilahirkan pada tanggal 12 mei 1820, sedangkan “Nightingale” diambil dari nama Paman ayahnya. Setelah 3 tahun di Italy, keluarga Edward (ayah Florence) kembali ke Negeri asalnya, Inggris, yang pada waktu itu Florence baru berumur 1 tahun.
Mengingat banyaknya tentara Inggris yang tewas dan luka di medan perang, dan mengalami banyak kesulitan dalam perawatan, maka Florence dengan 38 orang teman perawat wanita lainnya, berangkat dengan kapal laut menuju Turki pada Tanggal 21 Oktober 1854 dan tiba Tanggal 4 Nopember 1854.
Selama 2 tahun di garis depan, Florence yang bertugas di rumah Sakit Scuturi (pantai utara Turki) dan juga pernah beberapa lama di garis depan, terkenal dengan julukan “The Lady with the lamp”, karena ia memeriksa prajurit-prajurit yang sakit dan luka di malam hari dengan menggunakan lampu. Selama itu pula Florence telah melepas di depan matanya kepergian (minggalnya) sebanyak 2.000 orang prajurit akibat kurangnya perawatan dan obat-obatan.
Atas pengabdian yang luar biasa itu, sebagai penghormatan terhadapnya, Pemerintah Inggis merencanakan akan menjemput Florence dengan kapal perang khusus untuk pulang kembali ke Inggris. Tetapi Florence tidak mengharapkan penghargaan seperti itu. Malahan ia pulang dengan diam-diam, menumpang kapal barang Perancis dan menggunakan nama samaran dengan “Nona Smith”. Tanpa diketahui oleh orang lain ia muncul di rumah orang tuanya, kota Hurst, pada Tanggal 7 Agustus 1856. Florence telah mendapat berbagai penghargaan dari Kerajaan Inggris, meninggal tanggal 13 Agustus 1910 di Inggris. Dari pengalaman perang di Semanjung Krim ini disadari betapa penting peran Regu penolong bagi prajurit yang luka dan sakit di medan perang, walaupun perang itu sendiri sudah lama dan merupakan “budaya” dalam kehidupan manusia.

Perang Solferino
Pada Tanggal 24 Juni 1859 pecah pula perang antara Austria, yang menduduki Propinsi Lomardi (Italy Utara yang merupakan bagian dari Sardinia), berhadapan dengan pasukan Gabungan Perancis dan Sardinia yang terkait dengan “Perjanjian Flombieres” 1859.
Pasukan gabungan ini dipimpin langsung oleh Kaisar Perancis Napoleon III yang terdiri 150.000 prajurit dengan 400 pucuk meriam berhadapan dengan 170.000 prajurit Austria disertai 500 pucuk meriam yang dipimpin langsung oleh Kaisar Fans Joseph.
Tanggal 24 Juni 1859 pecahlah perang antar kedua pihak berupa pasukan berkuda, jalan kaki dan menggunakan senjata meriam. Perang sedemikian itu tidaklah dapat disertai dengan pasukan penolong bagi perajurit yang luka, seperti halnya “Perang Merah” dewasa ini. Oleh karena itu, esok harinya, di Desa Solferino, setelah perang berlangsung selama 15 jam, terlihatlah betapa banyaknya mayat bergelimpangan, terdiri dari 9 orang Perwira Tinggi, 1566 perwira lainnya dan 20.000 orang perajurit dari kedua pihak. Dua bulan setelah hari itu, yang meninggal meningkat dua kali lipat dikarenakan kesulitan memberikan perawatan seperti obat, air dan ditambah lagi pengaruh cuaca yang sangat dingin.
Pada perang Solferino inilah muncul dan terkenal Henry Dunant, berasal dari Jenewa, Swiss, seorang konglomerat di masanya, yang pada waktu itu kebetulan sedang berada di Solferino dengan maksud menemui Kaisar Napolen III untuk urusan bisnisnya di Aljazair karena Aljazair adalah daerah jajahan Perancis.
Walaupun dikatakan bahwa Dunant “kebetulan“ saja ada didaerah itu namun dikarenakan jiwa sosialnya yang tinggi, yang tumbuh semenjak masih kecil, maka dengan cepat timbul rasa kemanusiaannya untuk mengambil langkah dan usaha membantu perajurit yang luka dan sakit bersama warga setempat. Dunant tak lagi memikirkan bisnisnya, baik di Aljazair maupun di Jenewa.
Setelah perang usai, dimana Perancis dan Sardinia keluar sebagai pemenang, Hendry Dunant, selama dua tahun, berusaha mengumpulkan bahan-bahan informasi dan data dari perang yang amat terkenal itu dan akhirnya ia berhasil menuangkan dalam sebuah buku berjudul “Kenangan di Solferino” pada tahun 1862. Dari bukunya itulah lahir ide pertama untuk membentuk institusi kemanusiaan yang bersifat internasional yang dikenal dengan nama “Palang Merah”.
Yang berperan dalam proses menuju terbentuknya “ Palang Merah” adalah 4 orang tokoh dari orgasisasi social di Jenewa, “The Genewa Public Welfare Society (GPWS)”, dengan masuknya ide Henry Dunant untuk mewujudkan institusi kemanusiaan yang bersifat internasional, dalam acara pertemuan GPWS tanggal 9 Pebruari 1863. Ternyata pertemuan itu mendukung ide Henry Dunant dimaksud, bahkan sekaligus pada hari itu juga langsung membentuk Panitia Kecil terdiri terdiri dari 4 orang tokoh GPWS yaitu Gustave Mounier (Ketua GPWS), dr. Louis Appia, dr.Theodore Maunoir, Jenderal Guillame Henri Dufour dan Henry Dunant sendiri yang bukan dari GPWS. Mereka dikenal dengan “THE COMMITTEE OF FIVE” dengan ketua Gustave Muonier dan sekretaris Henry Dunat. Dari sinilah bermula proses menuju terbentuknya institusi yang dikenal dengan nama “RED CROOS”.
The Committee of Five, dalam pertemuannya tanggal 17 Pebruari 1863, mengganti namannya menjadi “THE INTERNATIONAL COMMITTEE FOR THE RELIEF OF THE WOUNDED” dan mengganti susunan pengurus dimana jabatan Ketua beralih pada Jenderal Guillame Henry Duffour, sedangkan sekretaris tetap pada Henry Dunant. Pada nama ini sudah tampak sifat keinternasionalnya.
Pada pertemuanya Tanggal 25 Agustus 1863, direncanakan akan menyelenggarakan Konferensi Internasional menuju terbentuknya institusi kemanusiaan yang bersifat internasional di tiap-tiap negara. Sesuai dengan rencana, maka diselenggarakannya Konperensi Internasional (bukan mewakili pemerintah) di Jenewa yang berlangsung tanggal 26 s/d 29 Oktober 1863 yang diikuti oleh 16 Negara dengan jumlah peserta 31 orang. Konferensi menghasilkan Resolusi yang sangat penting artinya bagi pembentukan Institusi kemanusiaan dimasing-masing Negara, yang bersifat netral, untuk dikerahkan untuk menolong perajurit-perajurit yang luka dan sakit di waktu perang. Juga ditetapkan bahwa setiap sukarelawan yang akan bertugas memberikan pertolongan harus menggunakan band lengan berupa palang merah di atas dasar putih.

0 komentar:

Posting Komentar